Rabu, 30 Maret 2016

Dibalik Gedung PUSPA


Lhokseumaweheritage.com : PUSPA BIOSCOOP adalah salah satu peninggalan bersejarah di kota Lhokseumawe yang sampai saat ini masih tersimpan jejak-jejak gemilangnya perfiliman indonesian sampai ke seluruh pelosok tanah air di Indonesia. Pada tahun 1963, sebuah gedung dengan konsep semi belanda yang di dirikan di jalan sukaramai kota lhokseumawe ini menjadi saksi betapa dunia perfiliman Indonesia saat itu sedang tumbuh dan berkembang pasca kemerdekaan Indonesia dari penjajahan kolonial belanda.

“Dulu sering diputar film-film India dan film barat di situ, anak muda yang datang untuk menonton pun cukup ramai,” ujar Nurdin, warga Gampong Mon Geudong, Banda Sakti, Lhokseumawe yang bekerja di Toko Teknik, seberang jalan depan Bioskop Puspa. Pelanggan Puspa Theater, termasuk anak-anak sekolah yang memanfaatkan hari libur untuk menonton film. “Dulu belum ada VCD dan sejenisnya, siaran televisi yang khusus memutar film-film juga tidak ada, makanya ramai pengunjung bioskop,” kata Nasir, warga Simpang Kramat, Aceh Utara.

Ketika konflik bersenjata melanda Aceh, kata Nurdin, Puspa Theater pun redup hingga tutup. Didepan gedung itu kini hanya ada penjual koran, tabloid, majalah dan rokok. “Saya jualan di sini sejak tahun 1996, waktu itu bioskop Puspa sudah tutup, mungkin tutup sejak tahun 1992,” ujar Usman A Wahab, loper koran yang membuka lapak depan gedung itu. Sepengetahuan Usman, dulu bangunan tersebut milik seorang pengusaha bernama Ibrahim yang kemudian dibeli oleh warga turunan Cina.


Adakalanya pemerintah harus menjadikan ini sebagai monumen bersejarah yang bisa membangkitkan kembali semangat perjuangan kita tentang bagaimana keadaan daerah kita yang mulai bangkit melalui aktifitas pariwisata yang menajdi tolak ukur sebuah daerah berkembang dengan baik. Puspa Teather atau Puspa Bioskop menjadi saksi betapa Indonesia pernah mengalami masa kejayaan pasca kemerdekaan dengan mendirikan berbagai macam fasilitas terutama sebuah gedung dengan keinginan ingin melestarikan kebudayaan yang ada.

Penulis : Heru Tesar Ichsan
Ig : @herutesar_ / Twiter : @Teuku_Eru / Fb : Heru Tesar Ichsan Dekaviart
Email : herutesarichsan@gmail.com / 0811 6707 221

 



 
Arun NGL dan Warisan Alam Lhokseumawe
 
( Suasana PT. Arun NGL pada sore menjelang malam hari

Lhokseumaweheritage.com : PT Arun NLG yang terletak di Blang Lancang Kota Lhokseumawe, pada 24 Oktober 1971, gas alam yang terkandung di bawah Gampong (desa) Arun ditemukan dengan perkiraan cadangan mencapai 17,1 trilyun kaki kubik. Seluruh masyarakat Aceh juga mengetahui bahwa PT Arun tersebut merupakan perusahaan gas raksasa di Aceh, namun mereka tidak tau bahwa PT Arun juga memeras seluruh isi bumi baik gas, kondensat, sulfur, mercury dan lain lain. Hari itu merupakan hari ke-73 sejak uji eksplorasi yang dipimpin Bob Graves, pimpinan eksplorasi Mobil Oil di Aceh, dimulai. Pada tahun 1972 ditemukan sumber gas alam lepas pantai di ladang North Sumatra Offshore (NSO) yang terletak di Selat Malaka pada jarak sekitar 107,6 km dari kilang PT Arun di Blang Lancang. 

Selanjutnya pada tahun 1998 dilakukan pembangunan proyek NSO “A” yang diliputi unit pengolahan gas untuk fasilitas lepas pantai (offshore) dan di PT Arun. Fasilitas ini dibangun untuk mengolah 450 MMSCFD gas alam dari lepas pantai sebagai tambahan bahan baku gas alam dari ladang arun di Lhoksukon yang semakin berkurang. Tanggal 16 Maret 1974, PT Arun didirikan sebagai perusahaan operator. Kandungan gas mencapai 17,1 trilyun kaki kubik dengan tekanan 499 kg/cm, suhu 177 °C, dan ketebalan 300 meter. Jumlah tersebut diperkirakan akan dapat mensuplai enam unit dapur pengolahan (train) dengan kapasitas masing masing 300 juta SCFD (Standard Cubic Feet Day) untuk jangka waktu 20 tahun. 

Ladang gas tersebut terdiri dari empat (4) buah kluster gas dan kondensat, kemudian gas dan kondensat dikirim ke unit pengumpulan di Point "A" yang selanjutnya dikirim ke kilang LNG Arun dengan memakai pipa: Gas menggunakan pipa berdiameter 42 inch.Kondensat menggunakan pipa berdiameter 16 inch. LPG propana menggunakan pipa berdiameter 20 inch. Kilang LNG Arun di Blang Lancang meliputi daerah seluas 271 ha dengan panjang 1,7 km dan lebar 1,5 km serta dilangkapi dengan pelabuhan khusus pengangkut produksinya. Kilang LNG Arun dilengkapi dengan 2 buah pelabuhan LNG untuk pengiriman produksinya ke negara pembeli, sedangkan untuk pengiriman kondensat dilengkapi dengan 2 buah sarana pemuat, yaitu Single Point Mooring (SPM) dan Multi Buoy Mooring (MBM). Produk condensate diekspor ke berbagai negara seperti Jepang, Singapura, Amerika, Australia, Perancis dan Selandia Baru.
 
Pembangunan kilang LPG dimulai pada tanggal 24 Februari 1987, berdasarkan kontrak yang disepakati oleh PERTAMINA dan JGC Corporated sebagai kontraktor utama, dibawah pengawasan PLLP (PERTAMINA LNG-LPG Project). Lokasi pembangunannya berdam-pingan dengan kilang LNG terdahulu. Pembangunan dilakukan dalam tiga tahap. Pembangunan pertama dimulai pada Februari 1987 dan selesai pada Juni 1988. Tahap kedua selesai Oktober 1988 dan tahap ketiga selesai pada Desember 1988 dan pengapalan perdana produk LPG pada tanggal 2 Agustus 1988 ke negara Jepang.Tahun 1998, sesuai dengan kontraknya, produksi LPG dihentikan, tapi kilangnya tetap beroperasi untuk menjaga keseimbangan komposisi feed gas yang akan dicairkan di Unit 4X.Seiring waktu dan berkurangnya cadangan gas alam di point-A, EMOI kembali menemukan cadangan gas di lepas pantai, yang disebut dengan North Sumatera Offshore (NSO). 
 
Hadirnya PT. Arun di kota lhokseumawe menjadi bukti bahwasannya sebelum lhokseumawe menjadi sebuah kota dengan penduduk yang mulai mengerti tentang pendidikan, dulunya lhokseumawe telah menjadi daerah dengan peradaban manusia masa lalu yang kompleks. Adanya PT. Arun menjadi bukti bahwasaanya energi fosil alam yang telah membentuk sedemikian rupa yang sangat melimpah hasilnya.
 
 
Penulis : Mistariani
Mahasiswa Ilmu Komunikasi ( Public Relations )
Universitas Malikussaleh - ACEH
Relawan di Komunitas Turun Tangan Lhokseumawe
 

Selasa, 29 Maret 2016

Lhokseumawe : " Kota Sejarah, Kota Warisan Budaya Islami "

  

Lhokseumaweheritage.com : Nama Lhokseumawe diambil dari letak geografis kota ini. Secara bahasa Lhokseumawe berasal dari kata "Lhok" dan "Seumawe". Lhok adalah bahasa Aceh yang memiliki arti dalam, palung atau teluk. Memang jika kita melihat dari peta, Lhokseumawe adalah pulau yang berbentuk seperti palung dan membentuk teluk. Sedangkan seumawe berarti air yang berputar-putar atau pusat mata air pada laut sepanjang lepas pantai Kecamatan Banda Sakti dan sekitarnya. Lhokseumawe adalah sebuah pulau kecil yang dikeliling laut yang dihubungkan dengan dua jembatan (keluar & masuk) Cunda juga beberapa tahun terakhir dihubungkan oleh ruas jalan didesa Alue Kala atau yang sering disebut Loskala. Namun ada juga yang mengatakan nama Kota Lhokseumawe berasal dari nama seorang Tengku yaitu Tengku Lhokseumawe yang dimakamkan di desa tertua di Lhokseumawe yaitu desa Uteun Bayi.

Secara etimologi Lhokseumawe berasal dari kata Lhok dan Seumawe. Dalam Bahasa Aceh, Lhok dapat berarti dalam, teluk, palung laut, dan Seumawe bermaksud air yang berputar-putar atau pusat mata air pada laut sepanjang lepas pantai Banda Sakti dan sekitarnya. Keberadaan kawasan ini tidak lepas dari kemunculan Kerajaan Samudera Pasai sekitar abad ke-13, kemudian kawasan ini menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh sejak tahun 1524.  Sebelum abad ke-20, negeri ini telah diperintah oleh Uleebalang Kutablang. Tahun 1903 setelah perlawanan pejuang Aceh terhadap penjajah Belanda melemah, Aceh mulai dikuasai. Lhokseumawe menjadi daerah taklukan dan mulai saat itu status Lhokseumawe menjadi Bestuur Van Lhokseumawe dengan Zelf Bestuurder adalah Teuku Abdul Lhokseumawe tunduk dibawah Aspiran Controeleur dan di Lhokseumawe berkedudukan juga Wedana serta Asisten Residen atau Bupati.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, berpeluang meningkatkan status Lhokseumawe menjadi Kota Administratif, pada tanggal 14 Agustus 1986 dengan Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 1986 Pembentukan Kota Administratif Lhokseumawe ditandatangani oleh Presiden Soeharto, yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Soeparjo Roestam pada tanggal 31 Agustus 1987. Dengan adanya hal tersebut maka secara de jure dan de facto Lhokseumawe telah menjadi Kota Administratif dengan luas wilayah 253,87 km² yang meliputi 101 desa dan 6 kelurahan yang tersebar di lima kecamatan yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Dewantara, Kecamatan Muara Batu, dan Kecamatan Blang Mangat. Sejak Tahun 1988 gagasan peningkatan status Kotif Lhokseumawe menjadi Kotamadya mulai diupayakan sehingga kemudian lahir UU Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe tanggal 21 Juni 2001 yang ditandatangani Presiden RI Abdurrahman Wahid, yang wilayahnya mencakup tiga kecamatan, yaitu: Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara Dua, dan Kecamatan Blang Mangat. Pada tahun 2006 kecamatan Mura Dua mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Muara Dua dan Muara Satu sehingga jumlah kecamatan di Kota Lhokseumawe menjadi empat kecamatan.

Lhokseumawe bukan hanya sebuah kota kecil yang dilimpahkan rejeki berupa pengelolaan gas alam dan industri alam sebagainya, akan tetapi banyak sejarah mengenai aceh yang tersirat di kota Lhokseumawe yang dapat mengantarkan Aceh menjadi sebuah negeri yang bermartabat dengan adanya kesepahaman antara budaya dan masyarakat yang sadar budaya.


Penulis : Elsa Annisa
Ig ( elsaannisa ) twiter ( @elsaannisa ) 0822 7311 9343
Email : elsaannisa@yahoo.co.id 
Redaktur Lhokseumaweheritage.blogspot.co.id